Sumatera Daerah Dengan Perkebunan Kelapa Sawit Terbesar di Indonesia
Sumatera Daerah Dengan Perkebunan Kelapa Sawit Terbesar di Indonesia - Kelapa
sawit merupakan komoditi andalan Indonesia dalam memenuhi kebutuhan
minyak sawit dunia, komoditi ini menempati komoditi ekspor ketiga
setelah kopi dan karet. Dengan kondisi geografis alam Indonesia yang
sangat cocok untuk budidaya tanaman kelapa sawit, maka tidak heran
apabila jika para investor banyak yang menanamkan modalnya di Indonesia
guna membuka perkebunan kelapa sawit, saat ini beberapa wilayah yang
telah memiliki perkebunan kelapa sawit antara lain Sumatera, Kalimantan,
Papua serta pulau lainnya.
Saat ini Sumatera adalah daerah yang memiliki Perkebunan Kelapa Sawit Terbesar Di Indonesia, karena memang sejarah awal dimulainya pembukaan perkebunan adalah di daerah Sumatera Sumatera. Seiring dengan meningkatnya permintaan pasar dunia terhadap minyak kelapa sawit dari Indonesia, menjadikan perkembangan luas area perkebunan kelapa sawit semakin bertambah. Dibawah ini admin akan menyampaikan sedikit tentang sejarah awal kelapa sawit di Indonesia, dikutip dari buku berjudul KELAPA SAWIT, dengan penerbit Penebar Swadaya.
Perkebunan Kelapa Sawit yang ada di Indonesia |
Saat ini Sumatera adalah daerah yang memiliki Perkebunan Kelapa Sawit Terbesar Di Indonesia, karena memang sejarah awal dimulainya pembukaan perkebunan adalah di daerah Sumatera Sumatera. Seiring dengan meningkatnya permintaan pasar dunia terhadap minyak kelapa sawit dari Indonesia, menjadikan perkembangan luas area perkebunan kelapa sawit semakin bertambah. Dibawah ini admin akan menyampaikan sedikit tentang sejarah awal kelapa sawit di Indonesia, dikutip dari buku berjudul KELAPA SAWIT, dengan penerbit Penebar Swadaya.
Riwayat Kelapa Sawit Di Indonesia
Kelapa sawit masuk ke Indonesia sekitar tahun 1848, namun tanaman kelapa
sawit yang didatangkan ke Indonesia pada mulanya hanya dijadikan
sebagai tanaman hias untuk taman, jalan serta pekarangan dan juga
dijadikan tanaman hias langka Kebun Raya Bogor, hal itu berlangsung
cukup lama.
Pada masa itu, Pemerintah Kolonial Belanda membawa masuk 4 batang bibit pohon kelapa sawit, masing-masing 2 pohon dari dan 2 pohon dari Amsterdam, bibit kelapa sawit tersebut lalu ditanam di Kebun Raya Bogor, dari hasil anakan yang diperoleh lalu dipindahkan ke daerah Deli, Sumatera Utara. Didaerah ini, selama beberapa dekade, tanaman kelapa sawit yang sudah banyak berkembang biak masih dijadikan sebagai tanaman hias di sepanjang jalanan Deli.
Pemerintah kolonial Belanda, sebenarnya sudah mengetahui banyak tentang nilai ekonomis dari tanaman kelapa sawit, sehingga pada saat itu mereka berusaha untuk menimbulkan minat masyarakat terhadap usaha budidaya tanaman tanaman kelapa sawit. Karena tercatat beberapa kali pemerintah kolonial belanda melakukan percobaan penanaman kelapa sawit yang juga disertai dengan melakukan kegiatan penyuluhan di daerah Muara Enim pada tahun 1869, di daerah Musi hulu tahun 1870, serta di daerah Belitung tahun 1890. Namun hasiln yang didapatkan belum memuaskan karena masarakat masih memiliki keraguan akan nilai ekonomis dari perkebunan kelapa sawit, serta masih belum menguasai dan mengetahui pemrosesan kelapa sawit untuk dijadikan minyak sawit. Sehingga, peran kelapa sawit masih tetap menjadi sekedar tanaman penghias jalan.
Dimulainya Budidaya Kelapa Swait Secara Komersial
Pembudidayaan tanaman kelapa sawit secara komersial dimulai pada tahun
1911, Adrian Hallet merupakan orang pertama yang merintis usaha budidaya
tanaman kelapa sawit secara komersial, Adrian Hallet adalah seorang
warga negara Belgia yang telah banyak belajar mengenai kelapa sawit di
afrika. Ia kemudian meulai mengusahakan perkebunan sawitn pertamanya di
daerah sungai Liput (Aceh) dan daerah Pulu Radja (Asahan). Usaha Hallet
ini lalu di ikuti oleh seorang warga negara Jerman bernama K. Schadt, ia
mengusahakan perkebunan sawit di Tanah Itan Ulu - Deli.
Kemungkianan pada saat itu K. Schat menggunakan bibit kelapa sawit sawit Deli, karena jenis kelapa sawit ini pada waktu itu telah banyak berkembang di Deli (perkiraan ini timbul sebab perkebunan milik K.Schat berada di daerah Deli). Mengenai kelapa sawit Deli ini, Adrian Hallet memiliki pendapat yang sangat menarik; yaitu jenis kelapa sawit Deli lebih produktif, karena memiliki komposisi buah yang lebih baik apabila dibandingkan dengan jenis kelapa sawit asal Pantai barat afrika. Budidaya kelapa sawit komersial yang dilakukan oleh Adrian Hallet ini, juga diikuti K. Schadt, masa ini juga menandai kelahiran perkebunan kelapa sawit di Indonesia.
Perkembangan pengusahaan budidaya kelapa sawit pada masa penjajahan Belanda dan masa pengalihan perkebunan asing oleh pemerintah.
Masa Penjajahan Belanda
Pada masa penjajahan belanda, perkebunan kelapa sawit yang ada di Indonesia, lokasinya masih berada di daerah Pantai Timur Sumatera (Deli) dan daerah Aceh, kemudian berkembang secara pesat. Menurut FC. Van Heurn dalam CJJ.van Hall & C. van De Koppel, sebagaimana dikutip oleh Soetrisno & Retno winahyu (1991), ekspor minyak dan inti sawit mereka dimulai tahun 1919 dan tahun 1923, masing-masing sebanyak 576 ton dan 850 ton. Ketika itu, permintaan minyak sawit dipasaran dunia sedang meningkat ini tidak terlepas dari makin berkembangnya indrustri - industri yang ada di Eropa.
Pada mulanya perkebunan-perkebunan kelapa sawti tersebut hanya dimiliki secara perorangan. Kemudian didalam perkembangannya, usaha perkebunan kelapa sawit ini digantikan oleh perusahaan perkebunan milik pihak swasta Belanda, Perancis, dan Belgia yang memiliki modal besar.
Beberapa prestasi yang berhasil diraih oleh perkebunan kelapa sawit indonesia pada masa itu, antara lain:
Kemungkianan pada saat itu K. Schat menggunakan bibit kelapa sawit sawit Deli, karena jenis kelapa sawit ini pada waktu itu telah banyak berkembang di Deli (perkiraan ini timbul sebab perkebunan milik K.Schat berada di daerah Deli). Mengenai kelapa sawit Deli ini, Adrian Hallet memiliki pendapat yang sangat menarik; yaitu jenis kelapa sawit Deli lebih produktif, karena memiliki komposisi buah yang lebih baik apabila dibandingkan dengan jenis kelapa sawit asal Pantai barat afrika. Budidaya kelapa sawit komersial yang dilakukan oleh Adrian Hallet ini, juga diikuti K. Schadt, masa ini juga menandai kelahiran perkebunan kelapa sawit di Indonesia.
Perkembangan pengusahaan budidaya kelapa sawit pada masa penjajahan Belanda dan masa pengalihan perkebunan asing oleh pemerintah.
Masa Penjajahan Belanda
Pada masa penjajahan belanda, perkebunan kelapa sawit yang ada di Indonesia, lokasinya masih berada di daerah Pantai Timur Sumatera (Deli) dan daerah Aceh, kemudian berkembang secara pesat. Menurut FC. Van Heurn dalam CJJ.van Hall & C. van De Koppel, sebagaimana dikutip oleh Soetrisno & Retno winahyu (1991), ekspor minyak dan inti sawit mereka dimulai tahun 1919 dan tahun 1923, masing-masing sebanyak 576 ton dan 850 ton. Ketika itu, permintaan minyak sawit dipasaran dunia sedang meningkat ini tidak terlepas dari makin berkembangnya indrustri - industri yang ada di Eropa.
Pada mulanya perkebunan-perkebunan kelapa sawti tersebut hanya dimiliki secara perorangan. Kemudian didalam perkembangannya, usaha perkebunan kelapa sawit ini digantikan oleh perusahaan perkebunan milik pihak swasta Belanda, Perancis, dan Belgia yang memiliki modal besar.
Beberapa prestasi yang berhasil diraih oleh perkebunan kelapa sawit indonesia pada masa itu, antara lain:
- Luas Areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia semakin bertambah luas dimana tahun 1916 seluas perkebunan hanya 1.272 ha, berkembang menjadi 92.307 ha pada tahun 1938.
- Indonesia telah mampu membangun pabrik pengolahan minyak sawit modern serta pendirian balai-balai penelitian kelapa sawit, sehingga teknis budidaya tanaman kelapa sawit serta managament perkebunan kelapa sawit tidak lagi menjadi suatu masalah.
- Ekspor minyak sawit Indonesia mampu mengungguli produksi dari negara - negara Afrika Barat selaku pengekspor utama minyak sawit dunia.
Akan tetapi perkembangan perkebunan kelapa sawit tersebut justru menjadikan kepiluan bangsa Indonesia. Betapa tidak, hasil perolehan dari ekspor minyak sawit hanya sekedar meningkatkan perekonomian negara asing khususnya Belanda, Tanah milik warga setempat banyak yang diambil paksa oleh pemerintah kolonial terkena perluasan areal perkebunan, dan banyak juga warga negara kita yang berasal dari daerah jawa terikat menjadi ”kuli kontrak” buruh perkebunan kelapa sawit yang dibayar upah sangat minim, bahkan tidak jarang pula mereka dipelakukan tidak manusiawi layaknya budak belian.
Masa Pendudukan Jepang
Ketia masa ini, luas areal perkebunan sawit serta produksi minyak sawit di Indonesia menurun drastis, Bahkan, ketika diawal tahun 1943, pemerintah pendudukan Jepang melakukan npenghentian produksi perkebunan kelapa sawit yang ada di indonesia secara keseluruhan.
Terdapat 3 hal yang menyebabkan pemerintah pendudukan Jepang melakukan penghentian produksi kelapa sawit, antara lain:
- Guna mendukung kebutuhan logistik perang, Jepang lebih mengutamakan produksi tanaman pangan jika dibandingkan tanaman perkebunan. Data statistik yang ada menyebutkan, bahwa selama periode pendudukan Jepang, luas lahan perkebunan kelapa sawit berkurang 16% dari luas perkebunan yang ada sebelumnya.
- Permintaan minyak sawit dunia sedang meunurun.
- Distribusi produk kelapa sawit untuk pengangkutan ke luar negeri sangat sulit karena dalam masa perang, untuk alasan kemamanan pihak pendudukan Jepang lebih memilih untuk menyimpan produk-produk kelapa sawit pada gudang-gudang yang berada di pelabuhan maupun gudang perkebunan.